Senin, 22 Juli 2019

Sosialisasi GRC oleh OJK

Sosialisasi GRC oleh OJK



Pada 9 November 2017 lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyelenggarakan Focused Group Discussion (FGD) tentang Governance, Risk & Compliance (GRC) dengan tema “Membangun GRC yang efektif dan solusi praktis untuk Indonesia”, bertempat di kantor OJK lantai 3. Pada saat pertama kali membaca judul tulisan itu sebagian pembaca tentunya bertanya, “Apa itu GRC?”
Alinea pertama tulisan ini hanya menjawab kepanjangan dari akronim ke-3 huruf tersebut, namun apa maknanya belum tentu banyak yang memahaminya. GRC dapat diartikan sebagai suatu strategi terkoordinasi untuk mengelola isu-isu Governance, Risk Management dan Compliance terhadap setiap regulasi. Hadir dalam acara tersebut sebanyak 28 orang yang mewakili berbagai organisasi/asosiasi terkait GRC serta beberapa akademisi dari Perguruan Tinggi.
Dalam bukunya berjudul Governance, Risk Management and Compliance (2017), Leo J Susilo, seorang praktisi yang cukup lama berkarya di Grup Astra dan kini menjadi konsultan serta pengajar manajemen risiko, mencoba mendefinisikan pengertian GRC. Salah satu buku teks yang dikutip adalah World Class Risk Management (2015) karangan Norman Marks yang mengekspesikan GRC sebagai “…….there is no common understanding of what expression GRC really means. I joke that GRC really means Governance, Risk Management and Confusion because there are so many confusion”.
GRC Executive Gathering
FGD tersebut kemudian dilanjutkan dengan menyelenggarakan “GRC Executive Gathering” pada 15 Desember 2017 bertempat di gedung Museum Bank Indonesia, Jakarta Barat. Para undangan terdiri atas direktur manajemen risiko/kepatuhan perbankan, prusahaan publik termasuk direktur utama SRO seperti BEI, KSEI, KPEI, serta IKNB termasuk asuransi, perusahaan pembiayaan, Dana Pensiun dan BPJS. Diundang juga managing partner KAP serta utusan dari akademisi (PTN/PTS). Hadir dalam acara tersebut 115 orang, jumlah yang melebihi ekspektasi tuan rumah. Pertemuan yang dihadiri para eksekutif industri jasa keuangan tersebut merupakan bentuk lain dari Risk & Governance Summit yang secara rutin dilaksanakan OJK setiap akhir tahun sejak 2013. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memperoleh masukan dari berbagai pihak baik praktisi maupun akademisi guna melakukan akselerasi maturitas implementasi GRC.
Pada kesempatan tersebut, ketua Dewan Audit OJK yang juga adalah salah satu anggota Dewan Komisioner OJK Ahmad Hidayat menyosialisasikan Destination Statement OJK periode 2017-2022. Dijelaskan juga empat sasaran strategis serta 10 arah kebijakan OJK dalam lima tahun ke depan. Agenda kedua berupa presentasi dari Bangkit Kuncoro, partner dari Ernst & Young dengan topik GRC in the Digital Era. Acara tersebut merupakan pengejawantahan prinsip keterlibatan penuh (Total Involvement) dengan menerima masukan dari para pemangku kepentingan agar segenap industri jasa keuangan (IJK) memiliki komitmen untuk menerapkan GRC di perusahaannya masing-masing.
Sebagai salah satu peserta FGD tanggal 9 November 2017, penulis mendapat tugas untuk menyajikan inti kesimpulan dalam acara tanggal 15 Desember tersebut. Setelah dipaparkan kesimpulan FGD sebelumnya, dimintakan komentar dari peserta yang cukup banyak memberikan tanggapan, pertanyaan, usulan maupun masukan lainnya.
Penulis menyampaikan kesimpulan yang intinya adalah tindak lanjut FGD tersebut dapat dimulai dengan menyosialisasikan GRC kepada semua pelaku industri jasa keuangan (GRC Goes To Industry), diawali dengan membaca tulisan singkat ini. Hal ini perlu diprioritaskan karena dari tiga sektor industri jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK yakni perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB) belum semua pengurus perusahaan pelaku memahaminya, terutama IKNB.
Dalam beberapa tahun terakhir, penilaian implementasi GCG berdasarkan riset Asian Corporate Governance Association (ACGA) yang berkantor di Hong Kong maupun Credit Lyonnaise Securities Asia (CLSA) selalu berada paling bawah di antara 11 negara yang disurvei hingga tahun lalu. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan dan kita semua harus segera “action”, melakukan upaya-upaya serius untuk memperbaiki peringkat. Diperlukan kajian mengenai aspek penilaian kurang akurat yang dilakukan kedua institusi tersebut dan segera dilakukan komunikasi intens dengan mereka.
Idealnya, penerapan GRC dilakukan secara sukarela oleh setiap perusahaan khususnya di industri jasa keuangan dengan pemahaman bahwa implementasi yang mereka lakukan akan meningkatkan kinerja secara holistik. Untuk membangun GRC dapat dimulai melalui regulasi dan pendisiplinan yang diharapkan akan menjadi suatu budaya di seluruh jajaran institusi. GRC model Open Compliance & Ethics Group (OCEG) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif di Indonesia. Namun tentunya perlu dimodifikasi sesuai dengan kondisi di negara kita.
OJK sebagai otoritas yang memiliki kewenangan sebagai regulator wajib membuktikan diri sebagai institusi role model yang menerapkan GRC secara penuh dan dapat dijadikan contoh oleh perusahaan IJK yang berada di bawah regulasinya.
Secara khusus Ketua KNKG Mas Achmad Daniri menekankan bahwa dalam jangka panjang perlu dibuat semacam roadmap penerapan GRC. Implementasi ini tidak hanya di sektor korporasi tetapi juga secara bertahap mencakup sektor publik. Salah satu pendapat dari ACGA mengapa memberikan peringkat yang rendah untuk Indonesia dalam penerapan governance adalah kelemahan dalam implementasi good public governance. Ke depan tidak menutup kemungkinan diperlukan adanya semacam sertifikasi mengenai kompetensi dalam bidang governance. Hal ini diawali pada sektor korporasi, bagi pengurus perusahaan sampai level eselon 1. Selain itu perlu pula dipertimbangkan keharusan untuk menerapkan ISO 37001 tentang “anti bribery management system” yang telah dibuat draf versi Indonesia SNI 37001 oleh tim dari Ernst & Young.
Salah satu hal yang menarik dikemukakan oleh Hari Setianto, CFO dari ASABRI yang menyampaikan perlu dianalisis dampak suatu regulasi sebelum diterbitkan, biasa disebut Regulation Impact Analysis (RIA). RIA merupakan suatu metoda untuk menganalisis dampak positif (manfaat) maupun negatif (mudarat) dari suatu regulasi. Pihak yang terdampak (stake holders) terkait regulasi tersebut diundang (termasuk instansi lain) dalam suatu diskusi, FGD, konsultasi maupun mengadakan studi banding. Analisis ini merupakan suatu langkah yang tidak terpisahkan dari Peraturan Dewan Komisioner (PDK) tentang Rule Making Rule. Tujuannya adalah untuk memastikan suatu POJK dapat diterapkan dan dieksekusi dengan tepat, bukan sekadar coba-coba atau trial & error.

Minggu, 21 Juli 2019

Kegunaan GRC


Sebagai Produsen GRC, GRC Artikon sudah semestinya memberikan sebuah gambaran tentang apa manfaat & kegunaan GRC? Agar dapat memberikann alasan yang tepat kepada anda, Mengapa harus memilih material GRC untuk sebuah bangunan? Maka kami akan sedikit memberikan pencerahan tentang apa-apa kegunaan GRC tersebut.

Potensi GRC tidak hanya terbatas pada Imajinasi anda. ini adalah pilihan yang bagus untuk Arsitek dan Insinyur dalam merancang sistem Cladding yang lebih detail untuk pola yang rumit, bahkan pada bentuk tiga dimensi.
GRC bisa digunakan/diaplikasikan pada eksterior bangunan, karena itu karakternya yang tidak lapuk. Keragaman yang unik dan Fleksibilitasnya memungkinkan GRC dapat dibentuk atau dicor pada permukaan yang sulit sekalipun.
Kegunaan GRC lainnya, GRC dapat diaplikasikan dalam berbagai ragam desain, mulai dari Arsitektur klasik hingga bentuk kontemporer dan desain futuristik tergantung pada inovasi, inspirasi bentuk dan struktur desain yang diinginkan, GRC tidak hanya terbatas pada desain Baru, GRC juga sangat baik untuk Reproduksi dan Renovasi.

Material GRC umumnya bisa digunakan untuk setiap elemen pelengkap pada bangunan Arsitektual anda:

  • Arsitektur: Cladding, GRC, Cetakan GRC, Lanskap GRC, Krawangan GRC
  • Bangunan: atap GRC, dinding dan jendela GRC, Renovasi, Pondasi GRC dan Lantai GRC, Bangunan Modular GRC
  • Engineering: Permanen bekisting GRC, utilitas GRC, akustik GRC, jembatan dan terowongan, drainase air.

Sama seperti beton biasa, GRC dapat mengakomodasi berbagai hiasan Artistik termasuk aspek Pewarnaan, Finishing, Pigmentasi yang tidak terpisahkan, dekoratif yang sangat detail, texturing dan banyak lagi yang lainnya. Keuntungan menggunakan GRC yang lebih baik lainnya adalah dapat di cat, di ukir, di poles, sandblasted, stensilan, atau dibiarkan dengan finish baku untuk tampilan alami.

Semua kegunaan GRC ini akan sangat membantu anda dalam merealisasikan semua inspirasi, impian dan keinginan anda pada kebutuhan material arsitektual yang lebih detail, lebih ringan, lebih kuat dan lebih ekonomis dibanting sistem produksi beton yang lainnya. Setiap produk GRC memberikan alternatif pilihan yang lebih baik dari sitem produksi beton pada umumnya. Jangan pernah menutup mata dengan perkembangan sistem material komposit dalam dunia Arsitektual. Manfaat kegunaan GRC pada setiap karya dan imajinasi dalam bangunan arsitektur anda.
info lebih lanjut bisa hubungi  Triyanto, telp 081288711562 atau datang langsung ke Jl. Ciledug Raya No.53, RT.6/RW.4, Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270

Motif Motif GRC dan Lisplang Yang ada di PT Adirahma Harapan Jaya



Lisplang






GRC
















Lihat Selengkapnya di IG kami; krawangan_kubah_lisplang_grc

info lebih lanjut bisa hubungi  Triyanto, telp 081288711562 atau datang langsung ke Jl. Ciledug Raya No.53, RT.6/RW.4, Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270

Resiko dalam GRC


GRC merupakan kumpulan kapabilitas (collection of capabilities) dari tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan yang membutuhkan keahlian dan kontribusi masing-masing bidang tersebut. Hasil dari penerapan.
 GRC adalah memampukan organisasi untuk lebih efektif menaikkan tingkat-kemungkinan mencapai sasaran atau tujuan mereka dengan menangani ketidakpastikan dan risiko yang dihadapi oleh organisasi tersebut secara berintegritas.
Apa arti hal di atas bagi praktisi manajemen risiko.?
Dalam hal ini, praktisi manajemen risiko diharapkan mampu menyumbangkan keahlian mereka sedemikian rupa sehingga proses manajemen risiko menjadi terpadu dengan proses tata kelola dan manajemen kepatuhan organisasi. Oleh karena itu, penerapan manajemen risiko tidak boleh dan tidak dapat dijalankan secara silo.
Lebih jauh, praktisi manajemen risiko harus mampu memahami konteks GRC organisasi secara keseluruhan. Dan bila perlu, mereka juga harus memiliki kompetensi komplementer di bidang tata kelola dan manajemen kepatuhan.
Apakah tersedia alternatif bagi praktisi manajemen risiko untuk memperkuat kompetensi mereka di bidang tatakelola dan manajemen kepatuhan tersebut? jawaban singkat adalah “ADA”
Bagi praktisi manajemen risiko yang tertarik, mereka dapat mengikuti sertifikasi skema kompetensi bidang tata kelola dari Komite Nasional Kebijakan Governance Indonesia (KNKG), dan mengikuti skema sertifikasi kompetensi bidang manajemen kepatuhan dari ‘Institute of Compliance Professional Indonesia (ICoPI)” untuk sertifikasi kompetensi bdang manajemen kepatuhan.
Lebih dini praktisi manajemen risiko melengkapi kompetensi komplementer, semakin baik. Peluang terbuka lebar bagi yang lebih siap

info lebih lanjut bisa hubungi  Triyanto, telp 081288711562 atau datang langsung ke Jl. Ciledug Raya No.53, RT.6/RW.4, Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270

Penerapan GRC di Industri Lembaga Keuangan

Gambar terkait

Robertus Maria Bambang Gunawan telah membuat buku cetakan ke-2 dengan judul GRC (Governance Risk Management and Complience), isinya tentang integrasi tata kelola perusahaan yang baik, pengelolaan managemen risiko dan kepatuhan terhadap aturan sesuai industri perusahaan.
Tata Kelola, Manajemen Risiko dan Kepatuhan atau GRC adalah ketentuan induk yang menaungi pendekatan organisasi melintasi ketiga bidang ini. Dengan keterkaitan yang erat, kegiatan tata kelola, risiko dan kepatuhan semakin terintergasi dan selaras sampai batas tertentu untuk  menghindari konflik, tumpang tindih yang berlebihan dan kesenjangan. Sementara ditafsirkan secara berbeda di berbagai organisasi, GRC biasanya mencakup kegiatan seperti tata kelola perusahaan, manajemen risiko perusahaan (ERM) dan kepatuhan perusahaan terhadap hukum peraturan yang berlaku.
“Tata Kelola, Manajemen Risiko dan Kepatuhan” (Good Governance, Risk Management, and Compliance/GRC) adalah tiga pilar yang bekerja sama untuk tujuan meyakinkan bahwa organisasi memenuhi tujuannya. Tata kelola adalah kombinasi dari proses yang ditetapkan dan dijalankan oleh dewan direksi yang tercermin dalam struktur organisasi dan bagaimana ia dikelola dan dibawa menuju pencapaian tujuan. Manajemen risiko memprediksi dan mengelola risiko yang dapat menghambat organisasi untuk mencapai tujuannya. Kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur perusahaan, peraturan perundang-undangan, tata kelola yang kuat dan efisien dianggap sebagai kunci untuk kesuksesan organisasi”.

info lebih lanjut bisa hubungi  Triyanto, telp 081288711562 atau datang langsung ke Jl. Ciledug Raya No.53, RT.6/RW.4, Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270

compliance management




Governance adalah cara bagaimana suatu entitas mengarahkan dan mengendalikan perusahaan yang meliputi semua proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan manajemen risiko dan kepatuhan (compliance) dalam suatu organisasi.

Risiko adalah suatu kemungkinan yang akan berdampak buruk pada target sasaran. Manajemen risiko berarti kegiatan yang terkoordinir untuk meninjau proses pengendalian risiko organisasi, guna mengamankan pencapaian target organisasi perusahaan tersebut.

Kepatuhan (compliance) adalah kesediaan perusahaan untuk mengikuti Batasan yang telah ditetapkan baik yang bersifat wajib (mandatory) maupun yang bersifat mandiri (self regulating).

Sebagai anak statistik, aku membayangkan batasan-batasan tersebut seperti batasan interval confidence, ada batasan atas juga ada batasan bawah. Untung gampang mengingatnya, aku mendefenisikan sendiri kalau batasan wajib adalah batasan atas, dan batasan mandiri adalah batasan bawah. Batasan wajib adalah batasan yang berasal dari pihak luar, contohnya:
  1. Pemerintah, yang menetapkan regulasi dan peraturan perundangan, atau
  2. Asosiasi industri, yang menetapkan standar industri terkait
  3. dll
Batasan mandiri biasanya ditetapkan oleh manajemen perusahaan sendiri, misalnya:
  1. Nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan
  2. Pedoman perilaku perusahaan (Code of conduct and business ethics)
  3. Kontrak yang telah disepakati
  4. Peraturan internal perusahaan
  5. dll 
Maka, compliance management adalah proses-proses pengawasan organsisasi untuk memastikan bahwa perilaku organisasi (pimpinan dan bawahannya) senantiasa mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku, baik yang wajib maupun yang mandiri.
    Tujuan adanya Governance, Risk management, and Compliance merupakan suatu kapabilitas yang dapat menghasilkan principled performance, yaitu membuat organisasi/perusahaan mampu diandalkan untuk mencapai targetnya, sambal menangani ketidakpastian yang dihadapi dan tetap berintegritas dalam bertindak.

    Dalam prosesnya, Governance akan secara konsisten berperan mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan proses organisasi, proses bisnis, dan sumber daya yang digunakan, serta pelaksanaan prosesassurance (audit).

    Fungsi assurance yaitu melakukan evaluasi secara objektif terhadap keseluruhan proses dalam organisasi, meliputi proses operasional, proses manajemen risiko, kepatuhan (compliance) dan penggunaan sumber daya sehingga akan memberikan jaminan yang wajar terhadap pencapaian target.

    GRC dan principled performance bisa dianalogikan sebagai koin dua sisi. GRC tidak ada gunanya bila tidak mencapai principled performance, begitu juga principled performance tidak dapat dicapai secara optimal bila GRC tidak berhasil disinergikan dengan baik.


    info lebih lanjut bisa hubungi  Triyanto, telp 081288711562 atau datang langsung ke Jl. Ciledug Raya No.53, RT.6/RW.4, Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270


    Penerapan GRC

    Hasil gambar untuk grc


    Sistem tata kelola perusahaan semestinya dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan, melindungi kepentingan seluruh pemangku kepentingan dan menjalankan manajemen risiko, serta penerapan aspek kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan dan nilai-nilai etika yang berlaku umum.

    Pelaksanaan tata kelola, pengelolaan risiko dan pelaksanaan kepatuhan yang tidak terintegrasi dapat menimbulkan koordinasi yang lemah, dan inefisiensi dalam biaya. Sebaliknya, penerapan yang terintegrasi dapat menjadi solusi bagi perusahaan, apalagi tahun 2015-2016 dalam kondisi pelemahan berbagai sector industri dan komoditas sebagai pendukung perekonomian nasional.

    GRC biasanya mencakup kegiatan seperti tata kelola perusahaan, manajemen risiko perusahaan (ERM), dan kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

    Tata kelola menggambarkan pendekatan manajemen secara keseluruhan yang mendasari eksekutif senior mengarahkan dan mengendalikan seluruh organisasi, menggunakan kombinasi antara informasi manajemen dan struktur pengendalian manajemen hirarkis. Dalam implementasinya memastikan bahwa informasi manajemen yang penting mencapai tim eksekutif dengan cukup lengkap, akurat dan tepat waktu.

    Dengan demikian, memungkinkan pengambilan keputusan manajemen yang tepat, dan memberikan mekanisme control untuk memastikan bahwa strategi, arah dan instruksi dari manajemen yang dilakukan secara sistematis dan efektif.


    info lebih lanjut bisa hubungi  Triyanto, telp 081288711562 atau datang langsung ke Jl. Ciledug Raya No.53, RT.6/RW.4, Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12270